Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu:
ABK temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang
termasuk kategori ABK temporer meliputi: anak-anak yang berada di
lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal),
anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau
terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang
termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak
tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency
and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak
berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Untuk menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan
inklusif di Indonesia, tentu memerlukan strategi khusus. Pendidikan inklusi mempunyai
pengertian yang beragam. Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah inklusi adalah
sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan
program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh
para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga
merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas
tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota
masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Selanjutnya,
Staub dan Peck (1995)
menyatakan bahwa: pendidikan inklusi adalah
penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di
kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar
yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun
gradasinya. Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai
sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan
dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman
seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga
menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak,
sehingga sumber belajar menjadi memadai dan mendapat dukungan dari semua pihak,
yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Dalam hal ini, ada empat strategi pokok yang diterapkan
pemerintah, yaitu: peraturan perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada
setiap warga negara Indonesia (termasuk ABK temporer dan permanen) untuk
memperoleh pelayanan pendidikan, memasukkan aspek fleksibilitas dan
aksesibilitas ke dalam sistem pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan
informal. Selain itu, menerapkan pendidikan berbasis teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dan mengoptimalkan peranan guru.
Di bawah ini beberapa strategi pembelajaran bagi anak
berkebutuhan khusus:
1.
Strategi
Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan
secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses
pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa,
guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan
dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan
khusus, antara lain :
a. Berdasarkan pengolahan pesan
terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktf.
b. Berdasarkan pihak pengolah pesan
yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
c. Berdasarkan pengaturan guru yaitu
strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
d. Berdasarkan jumlah siswa yaitu
strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
e. Beradsarkan interaksi guru dan siswa
yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
2.
Strategi
Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus yang Berbakat
Strategi pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak berbakat
akan mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam menentukan strategi pembelajaran adalah :
a. Pembelajaran harus diwarnai dengan
kecepatan dan tingkat ketepatan yang baik.
b. Tidak hanya mengembangkan kecerdasan
intelektual semata tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional.
c. Melatih kreatifitas dari anak
berkebutuhan khusus tersebut.
Model-model layanan yang biasa diberikan pada anak berbakat
yaitu model layanan perkembangan moral, kreativitas dan bidang khusus.
Baca juga artikel lainnya tentang :
Artikel Terkait
0 comments:
Post a Comment